Tafsir Surah an-Nashr dan Kisah-Kisah yang Mengelilinginya
JUMAT, 15 FEBRUARI 2019
Ekspresi seniman kaligrafi atas surah an-Nashr
Para ulama kesulitan menentukan urutan surah an-Nashr. Terkait tempat turunnya, semua sepakat bahwa surah ini termasuk surah Madaniyah, turun di Madinah. Kapan surat ini turun?
Ada yang menyebutkan bahwa surah ini turun setelah peristiwa perang Khaibar, yakni sekitar 8 Hijriah. Ada pula yang mengatakan bahwa surah ini turun menjelang wafatnya Nabi. Ada juga yang mengatakan surah ini turun bertepatan dengan Haji Wada’ (haji perpisahan). Betapapun, surah ini bukan berarti wahyu yang terakhir sebab ada ayat lain yang turun setelah surah ini.
IKLAN - LANJUTKAN MEMBACA DI BAWAH INI
Sebelum surah ini turun, ada perjanjian antara Nabi dengan orang musyrik Mekkah: Hudaibiyah. Salah satu isi perjanjian menyebutkan bahwa siapa saja suku yang masuk kelompok Nabi, maka tidak boleh diganggu oleh kaum Musyrik. Begitu pula sebaliknya.
Intinya, umat Islam dan musyrik tidak boleh mengganggu, saling mengakui eksistensinya. Akan tetapi ada pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh orang musyrik. Karena suku Khuzaah yang masuk ke dalam kelompok Nabi Muhammad, tiba-tiba diserang.
Nabi Muhammad pun menghimpun kekuatan menuju Mekkah, marani orang-orang yang telah melanggar perjanjian. Orang musryik takut juga melihat perisapan Nabi, di samping makin banyak orang Mekkah yang berbondong-bondong masuk Islam. Namun Nabi bukan tipe pembenci. Beliau mengadakan rekonsiliasi sehingga ketika masuk Mekkah, tak ada darah yang mengalir.
Baca juga:
Kisah lain datang dari az-Zuhri. Dia menceritakan bahwa ketika Rasulullah memasuki kota Mekkah pada tahun kemenangan itu, Rasulullah mengirimkan Khalid bin Walid sebagai panglima perang. Khalid bin Walid dan pasukannya bertempu melawan barisan pasukan orang-orang Quraisy di daerah rendah kota Mekkah. Khalid memenangi peperangan sebentar itu.
Kemudian Nabi memerintahkan kepada orang-orang Quraisy itu supaya meletakkan senjatanya. Beliau pun memaafkan mereka meskipun sebelumnya mereka melanggar perjanjian. Pada saat inilah Allah menurunkan firman-Nya:
“Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.”
Menurut Tafsir Al-Mishbah, kalau ada kata “idzaa”, ini menunjukkan kepastian. “Idzaa jaa’a nashrullah” berarti ini menunjukkan pertolongan Allah pasti akan datang.
“Al-Fath” adalah sesuatu yang terbuka. Sesuatu yang terbuka berarti sebelumnya tertutup. Suatu daerah yang telah dikuasai berarti sesuatu yang terbuka. Dalam peperangan, yang menguasai suatu daerah adalah pemenang. Sehingga “al-fath” bermakna kemenangan. Boleh jadi juga kata “al-fath” ini bermakna terbukanya hati orang musyrik setelah tertutup dari kebenaran ajaran Islam.
Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani, kata al-fath bermakna peristiwa Fathul Makkah. Dalam peristiwa ini, Kanjeng Nabi Muhammad keluar dari Madinah menuju kota Mekkah bersama kurang lebih 10.000 kaum Muhajirin, Kaum Anshar dan beberapa kelompok suku Arab.
Keberangkatan Rasulullah ini membawa kemanangan orang Islam atas orang-orang musyrik Mekkah. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada bulan Ramadan tahun kedelapan setelah hijrah.
Dan kamu melihat orang-orang masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Sebelumnya orang masuk Islam satu persatu. Sesudah kemenangan atas kota Mekkah, orang-orang Arab masuk Islam.
Dalam Tafsir Marah Labid, orang Arab yang masuk Islam bukan hanya dari Mekkah, melainkan dari daerah Thaif, Yaman, Hawazin dan beberapa daerah lain.
Penduduk Mekkah sangat mengagungkan Kakbah. Mereka yakin Tuhan mengagungkan Kakbah. Mereka yakin bahwa Kakbah tidak mungkin dikuasai oleh orang Yahudi. Jika Kakbah saja tidak berhasil dikuasai maka Mekkah juga tak dapat dikuasai. Ketika Kanjeng Nabi masuk Mekkah, beliau tidak menghancurkan Kakbah. Yang dihancurkan hanya berhala-berhala.
Ketika Kanjeng Nabi datang ke Mekkah lagi, orang-orang melihat akhlak baik Rasulullah yang sangat berkesan seperti memaafkan orang musyrik, tidak memaki orang musyrik, tidak melakukan kekerasan kepada orang musyrik, tidak menumpahkan darah dan perbuatan baik lainnya. Hal inilah yang kemudian membuat orang-orang yang baru masuk Islam menjadi sadar bahwa yang Muhammad bin Abdullah yang rambutnya sebahu itu memang benar manusia pilihan Allah. Muhammad bukan orang yang kaprahnya saat itu jika ada orang yang berkuasa, pasti akan menindas orang-orang yang pernah menyakitinya.
Betapa ini menunjukkan sikap Rasulullah sebagai manusia paripurna. Bahasa orang sekarang, Rasulullah adalah seorang negarawan karena punya sifat rekonsiliatif. Dengan memberi maaf, tidak mencaci dan tidak menumpahkan darah, ini menunjukkan persatuan antar orang Mekkah dan Madinah lebih penting dari pada kepentingan kelompok.
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Mengapa Nabi Muhammad mendapatkan perintah khusus untuk beristighfar?
Dalam hal ini Imam Al-Qurtubi memberikan jawaban bahwa Nabi Muhammad seringkali mengatakan dalam doa:
“Wahai Rabbku, ampunilah hamba dari kesalahan dan kebodohanku, dari berlebih-lebihan dalam urusan, dan Engkau lah Maha yang lebih mengetahui daripada hamba. Ya Allah, ampunilah aku dari kesalahan dan kelalaian hamba, baik yang di sengaja maupun ketika sedang bersendau gurau, dan itu semua kesalahanku. Ya Allah, ampunilah aku dari dosa yang telah lampau maupun yang akan datang, yang aku sembunyikan ataupun yang aku kerjakan terang-terangan. Engkau adalah Maha Awal dan Akhir, sesungguhnya Engkau Maha Mampu atas segala sesuatu.” HR Bukhari no: 6398. Muslim no: 2719.
Adapun menurut Quraish Shihab “istigfar” bisa berarti memohon kepada Allah agar Dia menutupi. Apa yang ditutupi oleh Allah?
Menurut Imam al-Ghazali Allah menutupi niat buruk manusia, Allah menutupi dosa-dosa manusia dan Allah menutupi hal buruk lainnya.
Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat. Maksudnya ialah bahwa Allah Maha penerima taubat bagi orang-orang yang mau memuji Allah lalu beristighfar pada -Nya. Maka Allah akan menerima taubatnya mereka serta menurunkan rahmat atas mereka.
Ayat ini menggunakan Tawwabaan tapi tidak menggunakan ghaffaran sebab Rasulullah tidak memiliki dosa yang harus diampuni Allah. Sedangkan kata tawwabartinya kembali. Menurut Tafsir Al-Misbahini merupakan isyarat bahwa manusia akan kembali kepada Allah semuanya.
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa setelah turunnya ayat ini Kanjeng Nabi Muhammad memperbanyak membaca dzikir Subhanallah wabihamdihii astaghfirullah wa atuubu ilaihi.
Surah ini menunjukkan bahwa kemenangan umat Islam bukan karena usahanya sendiri melainkan karena Allah lah yang sudah mengendalikannya. Sehingga kesuksesan apapun yang diraih manusia bukanlah semata-mata usahanya sendiri.
Untuk itulah jika orang sudah meraih kemenangan atau kesuksesan, hendaknya dia tidak bersenang hati hingga lupa diri, apalagi sampai foya-foya. Sebaliknya seharusnya manusia bertasbih, bertahmid lalu beristighfar sebagai wujud ketidakberdayaan manusia dan besarnya kuasa Allah.
Adapun salah keutamaan ayat ini disebutkan di dalam hadis At-Turmuzi. Kanjeng Rasulullah bersabda kepada salah seorang sahabat beliau, “Sudahkah kamu menikah wahai Fulan?”
“Belum. Demi Allah, wahai Kanjeng Rasulullah. Saya tidak mempunyai apa-apa untuk menikah.”
Beliau bertanya, “Bukankah kamu hafal Qulhuwallahu ahad, Kang?”
“Ya.” Jawab si Fulan.
“Itu menyamai sepertiga Alquran,” kata Kanjeng Nabi, “Bukankah kamu hafal Idzaa jaa’a nashrullahi wal fath?”
“Ya.”
“Itu menyamai seperempat Alquran.” Kemudian beliau bersabda, “Bukankah kamu hafal Qul yaa ayyuhalkaafirun?”
“Ya. Saya saya hafal Kanjeng Nabi.”
“Itu menyamai seperempat Alquran, Kang. Maka, menikahlah! Menikahlah!”
Beliau bertanya, “Bukankah kamu hafal Qulhuwallahu ahad, Kang?”
“Ya.” Jawab si Fulan.
“Itu menyamai sepertiga Alquran,” kata Kanjeng Nabi, “Bukankah kamu hafal Idzaa jaa’a nashrullahi wal fath?”
“Ya.”
“Itu menyamai seperempat Alquran.” Kemudian beliau bersabda, “Bukankah kamu hafal Qul yaa ayyuhalkaafirun?”
“Ya. Saya saya hafal Kanjeng Nabi.”
“Itu menyamai seperempat Alquran, Kang. Maka, menikahlah! Menikahlah!”
Referensi
Tafsir al-Qurtuby karya Imam Al-Qurtuby
Tafsir Marah Labid karya Syekh Nawawi Al-Bantani
Shahih Bukhari karya Imam Al-Bukhari
Tafsir Al-Misbah Karya Muhammad Quraisy Shihab
Tafsir Al-Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli Jalaluddin as-Suyuthi
Tafsir al-Qurtuby karya Imam Al-Qurtuby
Tafsir Marah Labid karya Syekh Nawawi Al-Bantani
Shahih Bukhari karya Imam Al-Bukhari
Tafsir Al-Misbah Karya Muhammad Quraisy Shihab
Tafsir Al-Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli Jalaluddin as-Suyuthi
Baca Juga
PILIHAN REDAKSI
TOPIK TERKAIT
APA REAKSI ANDA?
BANGGA
1
INGIN TAHU
0
SENANG
2
TERHIBUR
0
TERINSPIRASI
1
TERKEJUT
0